JAKARTA -
Berbagai sarana dan alat bantu pembelajaran bagi para siswa tuna netra di berbagai sekolah luar biasa (SLB) dinilai masih konvensional dan membuat siswa tidak mandiri.
Hal inilah yang mendasari Mashoedah, Dosen Pendidikan Teknik Elektronika, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (FT UNY) untuk menciptakan Media Pembelajaran Huruf Braille dengan Tombol Tekan dan Penyuaran.
"Metode pembelajaran dengan menggunakan peralatan sederhana, seperti papan tulis braille (pantule) membuat siswa tidak mandiri karena selama proses pengajaran, siswa harus terus didampingi oleh gurunya. Selain itu, alat ini cukup berbahaya karena terbuat dari semacam paku tersebut, dapat terlepas dengan bebas," ujar Mashoedah seperti dinukil dari laman UNY, Rabu (21/9/2011).
Menurut dosen yang hobi melukis ini, hasil karyanya tersebut, pada dasarnya sama dengan media pembelajaran huruf braille lainnya. "Saya hanya menambahkan inovasi teknologi pada alat ini. Di antaranya, tombol tekan jenis toggle, voice chip, dan mikrokontroller. Enam titik huruf braille pada alat ini digabung dengan konfigurasi huruf abjad dari A-Z dan angka 0-99," katanya menjelaskan.
Alat ini, lanjut Mashoedah, memiliki keunggulan dibandingkan dengan media pembelajaran lain yang sudah ada, yaitu siswa dapat lebih mandiri dalam belajar. Selain itu, alat ini memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain karena berbobot ringan dan dilengkapi baterai sebagai sumber daya sehingga dapat dibawa ke mana-mana.
Proses kerja alat ini terbilang sederhana. Pertama, tombol yang telah terhubung dengan mikrokontroller jika ditekan secara otomatis akan membaca konfigurasi huruf, tanda baca, angka, dan vokal konsonan. Setelah konfigurasi terbaca, mokrokontroller akan mengolah data dari tombol menjadi data penyuaraan yang dikerjakan oleh voice chip. Selanjutnya, setelah proses pengerjaan suara selesai, voice chip akan menginstruksikan pada siswa bagaimana tata cara pengoprasian alat ini.
Meski sempat mengalami kegagalan sebanyak 10 kali dalam membuat alat ini, Mashoedah tidak menyerah dan menyelesaikan alat yang menelan biaya sebesar Rp600 ribu tersebut. Bahkan, berkat hasil karyanya ini, dia menyabet juara 2 dalam kontes Sang Penemu di sebuah stasiun TV pemerintah.
Ke depan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertarik untuk memproduksi alat ini secara massal, akan membuat sebanyak 50-100 unit tersebut dan didistribusikan ke SLB di seluruh Indonesia.
Mashoedah menyebutkan, alat yang telah didaftarkan hak patennya ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) tersebut akan terus dikembangkan. "Alat ini akan terus dikembangkan sehingga anak-anak tuna netra semakin mudah dalam belajar huruf braille, membaca, membuka wawasan, dan mengakses informasi," tuturnya.(rhs)
sumber : www.okezone.com
0 komentar:
Post a Comment