Yahoo Messager
Status YM

Tuesday 24 September 2013

Tak guna ujung tombak tanpa tangkai (Prodjo Sunarjanto)


Tak guna ujung tombak tanpa tangkai 
 Membangun bisnis itu seperti mendirikan gedung. Dimulai bertahap dari pondasi, terus membangun dinding sampai ke atapnya. Tidak bisa kita langsung memasangkan atap sementara pondasinya saja belum ada.
Tiap-tiap tukang bangunan dengan sendirinya menjalankan semua tahapan tersebut. Sebab, mereka tahu apa yang harus dikerjakan.
Di perusahaan juga seharusnya demikian. Setiap bagian punya visi yang sama, memahami kultur perusahaan, dan tahu apa yang seharusnya menjadi tugas maupun kewajibannya.
Masing-masing fungsi sama pentingnya. Tidak ada yang namanya superman. Yang dibutuhkan adalah superteam.
Saya mengibaratkan perusahaan ini rumah. Setiap orang mempunyai peranan masing-masing. Ada yang menjadi sekrup, tiang, atap, dan lainnya. Kalau semuanya ingin menjadi rumah tanpa ada yang bersedia menjadi tiang dan sekrup, tidak akan bisa berdiri rumah.
Jadi, walaupun tampaknya tugas dan posisi seseorang itu kecil, peranannya ada dan sama pentingnya dengan lainnya. Tidak ada yang namanya mengistimewakan ujung tombak. Semua punya peran yang sama pentingnya. Ujung tombak pun tidak bisa dipakai untuk menombak apabila tak ada tangkainya.
Saya memberikan satu contoh. Selama ini sales dianggap ujung tombak. Memang mereka yang mencari pembeli, penyewa dan klien, sehingga mendatangkan pemasukan bagi perusahaan.
Namun siapa yang melayani klien selanjutnya? Sudah bukan sales lagi. Ada bagian administrasi, customer service dan petugas-petugas yang lain. Fungsi masing-masing sama penting.
Di sinilah letak pentingnya seorang pemimpin sebagai penyatu visi. Bagaimana setiap komponen dalam perusahaan ini bisa bergerak dan bertanggung jawab mencapai tujuan yang akan dicapai perusahaan.
Menurut saya, prosesnya harus dilakukan sejak awal saat karyawan baru masuk. Khusus untuk yang satu ini  bahkan saya dan para direksi di ASSA melakukan langsung dan tidak diserahkan ke level di bawah kami.
Kelihatan sepele namun efeknya besar. Mereka yang baru masuk akan menangkap dan melihat atasan sangat peduli dan punya komitmen terhadap visi dan kultur yang baik bagi perusahaan. Begitu tertanam nilai itu, kita tinggal mengembangkan potensinya.
Saya selalu percaya, tuntutan dan keinginan karyawan itu banyak dan tidak sama. Jika kami memiliki 550 orang maka ada 550 keinginan yang berbeda. Semakin lama, kebutuhan karyawan bukan melulu urusan materi. Mereka juga perlu suasana kerja, kesempatan berkarier, dukungan dari rekan kerja, hingga kebutuhan pengembangan diri.
Makanya kita harus berani memberikan kepercayaan kepada mereka. Kita harus mau mendorong mereka supaya berkembang, meningkatkan kemampuan mereka dengan sharing pengalaman dan  dengan jiwa besar (abundance mentality) mengajarkan pengetahuan ke mereka. Toh, kita perlu ingat bahwa kita pun dulu pernah seperti mereka.
Saya mengistilahkannya manajemen piramida terbalik. Yang atas mau turun ke bawah untuk menjaring feedback. Kami melihat dan bertanya apa yang dihadapi mereka di level operasional dan apa kebutuhannya.
Cara-cara ini akan mudah menginternalisasi kultur baik perusahaan ke tiap level karyawan. Jika ini terjadi, dengan sendirinya  memberi manfaat kepada customer, perusahaan, shareholder, dan karyawan sendiri.

sumber kontan

0 komentar: